Thursday, August 1, 2019

MASALAH DALAM BERMISIOLOGI


Latar Belakang Masalah

Pada bagian awal ini, peneliti akan menjelaskan mengenai masalah-masalah yang menjadi latar belakang dalam penelitian ini. Seperti halnya yang dinyatakan oleh Melkior, bahwa “metode yang digunakan oleh para misionaris dan “tim misi: PAPUAN UNION FOREST SERVICE TEAM atau TIM PERSEKUTUAN PELAYANAN RIMBA SEPAPUA (PUFST)” di suku Ketengban, Kabupaten Pegunungan Bintang, Provinsi Papua, beberapa tahun yang lalu, yang telah diadakan pelayanan penginjilan atau pemberitaan Injil Kristus, namun kurang efektif (tidak ada efeknya, tidak berhasil, tidak dapat membawa hasil)[1]”.
Dengan demikian maka, sesuai dengan fakta yang ada, bahkan peneliti menemukan di suku Ketengban, bahwa sebagian masyarakat di daerah tersebut belum mendengarkan Injil Kristus. Hal inilah yang membuat peneliti sangat terbeban bahkan memiliki kerinduan hati untuk mengevaluasi secara teoretis mengenai metode penginjilan yang telah digunakan oleh tim misi PUFST selama ini, dalam penginjilan. Sebab metode penginjilan yang digunakan selama ini kurang efektif, hal ini menyebabkan beberapa masalah sebagai berikut:[2]
Pertama, para tim misi PUFST tidak menetap disana, akhirnya sulit berkomunikasi dan sulit diajak untuk berdiskusi firman Tuhan.
Kedua, para tim misi PUFST tidak bisa menyesuaikan diri dengan kondisi dan situasi yang ada di suku Ketengban.
Ketiga, tim misi PUFST, tidak bisa memahami bahasa daerah setempat, akhirnya tidak dapat diterima dengan baik oleh orang-orang yang ada di suku Ketengban. Maka, peneliti sangat terbeban untuk mempelajari bahasa daerah setempat, untuk dipergunakan dalam memberitakan Injil Kristus kepada mereka.
Selain itu metode penginjilan yang dilakukan oleh tim misi (PUFST) kurang optimal, “tidak menguntungkan atau tidak menjadikan yang paling baik[3], maka peneliti mengevaluasi secara teoretis, supaya dapat menemukan metode yang tepat, supaya meningkatkan penjangkauan jiwa-jiwa baru dengan cara mengajarkan kualitas rohani.
Adapun Metode-metode yang digunakan oleh tim misi PUFST dalam pelayanan penginjilan kepada orang-orang di suku Ketengban, sejak tahun 2011 sampai dengan sekarang adalah:
a.              Tim misi PUFST belajar menyesuaikan diri dengan iklim di suku Ketengban, supaya terbiasa dengan iklim di daerah tersebut, baik dari dataran tinggi ke dataran rendah maupun dari daerah yang suhunya dingin ke daerah yang suhunya panas.
b.             Tim misi PUFST belajar bahasa daerah setempat, supaya bisa memahami dan menggunakannya untuk memberitakan firman Tuhan.
c.              Tim misi PUFST mengajarkan warga setempat untuk mengenal abjad: membaca, menulis dan menghitung. Supaya masyarakat setempat bisa mengenal abjad dan bisa membaca (Alkitab) dengan sendirinya. 
d.             Tim misi PUFST berusaha untuk mengenal dan memahami medan (jarak) di suku Ketengban, supaya bisa memberitakan firman Tuhan dari daerah satu pindah ke daerah yang lain[4].
Selain hal-hal tersebut di atas, Melkior menyatakan bahwa, “sebagian besar orang-orang di suku Ketengban, belum menerima Injil Kristus, dan masih menyembah roh-roh jahat dan benda-benda mati yang dianggap sakral”.[5] Suatu tantangan yang sangat besar bagi peneliti adalah sulit mengajak warga setempat untuk mengambil keputusan, untuk meninggalkan penyembahan berhala, sebab orang-orang di suku Ketengban, sangat sulit diajak meninggalkan penyembahan berhala mereka dan datang dengan segenap hati untuk mengikuti segala perintah Tuhan.
Kebiasaan dari orang-orang di suku Ketengban adalah mempercayai bahwa, ada roh-roh yang dapat menuntun kehidupan mereka dalam segala hal. Ada benda-benda sakral yang sangat berbahaya dalam kehidupan mereka. Dengan demikian maka, roh-roh jahat dan benda-benda mati sangatlah mereka percayai dan mengimani untuk menuntun mereka ke dalam segala sesuatu. Ada lima hal yang mereka percayai adalah sebagai berikut: pertama, kesehatan, kedua, umur panjang, ketiga, memberi kesuburan kepada pertanian segala jenis tanaman, keempat, memberi kelimpahan dalam panen, kelima, melindungi dari bahaya.
Demikian pula Yulianus, menyatakan bahwa pertama, “karena kondisi masyarakat yang sulit untuk dijangkau, kedua, karena kendala geografis (medan atau jarak), ketiga, karena kendala warag setempat tidak bisa berbahasa Indonesia, kelima, karena kendala warga setempat masih buta huruf, keenam, karena kendala dana (biaya) pergi dan pulang pelayanan, ketujuh, karena kendala makanan dan minuman yang ada di suku Ketengban”.[6]
Suatu pergumulan dalam pelayanan penginjilan oleh peneliti dan tim misi PUFST kepada orang-orang di suku Ketengban adalah: (1) Geografis (medan atau jarak) yang sulit untuk dijangkau. (2) Orang-orang di Suku Ketengban tidak bisa berbahasa Indonesia. Peneliti sudah melakukan pelayanan penginjilan di suku Ketengban, sejak tahun 2011 sampai dengan sekarang, telah menyaksikan serta mengalami bahwa, dalam berkomunikasi dengan masyarakat setempat sangat sulit karena tidak dapat memahami bahasa setempat. (3) Buta huruf, orang-orang yang ada di suku Ketengban tidak bisa membaca, menulis dan meghitung. (4) Dana (Biaya), karena sekali jalan tiket pesawat sebesar dua juta rupiah, belum termasuk dengan ongkos barang bawaan yang se-kilogram bisa mencapai tiga puluh ribu rupiah dari kota Sentani-Jayapura ke suku Ketengban, adapun pesawat yang ditumpangi adalah: YAJASI, MAF, CARAVAN, AMA, ADVENT, PAPUA AIR, ALDA AIR dan lain-lain.
Melkior menyatakan bahwa, “beberapa tahun sebelumnya telah dilakukan penginjilan kepada suku Ketengban, namun belum melakukan follow up bagi mereka yang telah mendengar dan menerima serta percaya kepada Tuhan Yesus selama ini”.[7]



[1]Melkior, Menerima Misionaris Menjemput Peradaban, (Yogyakarta: Kanisius, 2016), 75-79.
[2]Ibid, 84.
[3]Tim Penyusun, Kamus Besar Bahasa Indonesia Pusat Bahasa EDisi Keempat, (Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2008), 910.
[4]Tirianus dkk, Perintisan Tim Pemberita Injil PUFST, (Sentani: 25 Juli 2012)
[5]Melkior, Iwol Pusat Kehidupan Manusia Aplim Apom, (Salatiga: Satya Wacana University Press, 2017), 49-59.
[6]Yulianus, Kondisi, Kendala, dan Solusi Menanggulangi Kemiskinan Menjelang Millenium Development Goals 2015 di Provinsi Papua, (Yogyakarta: Kepel Press, 2016), 13-20.

[7]Melkior, Sejarah Nama Papua dan Asal Usul Manusianya dari Penemuan ke Peradaban dari Gereja ke Politik, (Yogyakarta: Kepel Press, 2016), 52.

ACARA PRESMIAN KANTOR KLASIS EIPOMEK DAN PAMEK (EIPA)



LONDININ 
adalah salah satu Kampung yang ada di wilayah Pegunungan Bintang
Provinsi Papua..

Daerah ini banyak yang tidak begitu kenal karena berada di jantugn pedalam Papua.

perjalanan dari Kabupaten Wamena ke Londinin sekitar 6 hari, apabila perjalanannya cepat dan tanpa henti.




Gambar #1 adalah Warga Desa atau Kampung Baramirye, sedang membagi sembako berupa Keladi, Ubi Jalar, sayur lilin dan tebu..



Gambar #2 adalah Warga Desa atau Kampung Baramirye, sedang memegang Keladi yang cukup besar..





Gambar #3 adalah Warga Desa atau Kampung Baramirye, sedang membuka masakan yang sudah siap disaji dengan cara tradisional.
Gambar #4 adalah Warga Desa atau Kampung Baramirye, sedang membagikan makanan kacang Hijau.

Thursday, March 7, 2019

Pengertian Metode Penginjilan


Pengertian Metode Penginjilan

Menurut Yakob Tomatala Metode Penginjilan adalah, “cara yang digunakan untuk menyampaikan berita sukacita kepada orang berdosa, karena berita yang dibawakan tersebut adalah Injil, sebab Injil adalah kekuatan Allah yang menyelamatkan manusia dari hukuman dosa[1]”.
Menurut Billy Graham Metode Peninjilan adalah, “suatu cara yang digunakan untuk memberitakan Injil yang merupakan kabar baik atau kabar sukacita, tentang kerajaan Allah dimana dalam penginjilan ini adalah berita anugerah bahwa ada pengampunan dosa oleh Allah melalui Yesus yang mati di kayu salib[2]”.
Dari Kamus Besar Bahasa Indonesia, kata “Metode” didefinisikan sebagai: cara teratur yang digunakan untuk melaksanakan suatu pekerjaan agar tercapai sesuai dengan yang dikehendaki; cara kerja yang bersistem untuk memudahkan pelaksanaan suatu kegiatan guna mencapai tujuan yang ditentukan[3]. Sedangkan kata, “Penginjilan (atau evangelisme)[4] mengacu pada praktik menyampaikan informasi tentang set (bagian) tertentu dari kepercayaan kepada orang lain yang tidak memegang keyakinan itu. 
 “Orang Kristen yang mengkhususkan diri dalam penginjilan dikenal sebagai penginjil apakah mereka berada di komunitas asal mereka atau hidup sebagai misionaris di lapangan. Beberapa tradisi Kristen menganggap penginjil berada dalam posisi kepemimpinan, mereka dapat ditemukan berkhotbah kepada pertemuan besar atau dalam peran pemerintahan. Kelompok-kelompok Kristen yang secara aktif mendorong penginjilan kadang-kadang dikenal sebagai penginjilan atau penginjil. Tulisan di dalam Kitab tidak menggunakan kata penginjilan, tetapi penginjil digunakan dalam Kisah Para Rasul 21:08, Efesus 4:11, dan 2 Timotius 4:5. Komunikasi iman Kristen untuk wilayah geografis dan budaya baru sering disebut sebagai evangelisasi, atau secara khusus, penginjilan dunia[5]”.
           
Jadi, dapat disimpulkan bahwa, “Metode Penginjilan” adalah, suatu cara yang digunakan oleh para Pemberita Injil untuk melaksanakan suatu Misi Pekabaran Injil. Injil yang merupakan kabar baik atau kabar sukacita, berita anugerah pengampunan dosa oleh Allah melalui Yesus yang mati di kayu salib. Digunakan “Metode Penginjilan agar Misi Pemberitaan Injil tercapai sesuai dengan yang dikehendaki; karena cara pemberitaan Injil Kristus yang bersistem akan memudahkan pelaksanaan suatu Misi guna mencapai tujuan yang ditentukan atau disepakati bersama.


[1]Yakob Tomatala, Penginjilan Masa Kini, (Malang: Gandum Mas, 2004) 8.
[2]Billy Graham, Beritakan Injil (Bandung: Yayasan Baptis Indonesia, 1992) 17.
[3]Kamus Besar Bahasa Indonesia Pusat Bahasa EDisi Keempat, 910.
[4]J.D Douglas dkk., Ensiklikopedi Alkitab Masa Kini Jili 1 A-L, (Jakarta: YKBK, 2002), 435.
[5]https://id.wikipedia.org/wiki/Penginjilan. Diungkah, 14 Januari 2017, 13:05 WIB.

Monday, February 18, 2019

LATAR BELAKANG BERDIRINYA MISI PUFSO


LATAR BELAKANG DI BENTUKNYA TEAM MISI PUFST

Di bagian ini Peneliti akan memaparkan mengenai sejarah berdirinya Team MISI: PAPUAN UNION FOREST SERVICE TEAM (PUFST) disertai dengan VISI dan MISI-nya. Sebelum adanya Team MISI PUFST, Pencetus atau Pendiri, terlebih dahulu pelayanan ke Pedalaman Papua, tepatnya di Suku Ketengban, Kabupaten Pegunungan Bintang, Provinsi Papua, untuk pelayanan memberitakan Kabar tentang Pengampunan Dosa dan Kabar tentang Keselamatan kepada orang-orang yang tinggal di sana. Sekaligus mengajarkan cara membaca dan diskusi tentang Alkitab demi Peningkatan Kognitif dan Spiritual masyarakat, di Suku Ketengban.
Pada Tanggal 15 Januari 2011 Peneliti menyelesaikan Sekolah Alkitab (SABIA) di Kabupaten Biak Numfor, Provinsi Papua. Pada Tanggal 18 Januari 2011, Peneliti berangkat dari Bandara Udara Sentani ke Kampung Eipomek, untuk pelayanan kepada Suku Ketengban. Peneliti melakukan pelayanan di Suku Ketengban, dengan berjalan berkeliling dari kampung yang satu ke Kampung yang lain, selama kurang lebih lima bulan. Mulai dari bulan Pebruari 2011 sampai dengan Bulan Juni 2011. Kemudian Tanggal 20 Juni 2011, Peneliti kembali dari Suku Ketengban, tempat pelayanan ke Sentani, kemudian berangkat ke Surabaya, untuk melanjutkan pendidikan di Sekolah Tinggi Teologi Tabernakel Indonesia (STTIA) Surabaya, Jawa Timur, Indonesia. Kemudian Bulan Mei 2012 sampai dengan Bulan Juli 2012 Peneliti melanjutkan pelayanan di Suku Ketengban, bersama empat orang partner pelayan Tuhan.
Kemudian pada tanggal 25 Juli 2012, Peneliti bersama Partners pelayan Tuhan mengadakan pertemuan sederhana, karena Peneliti melihat orang-orang Papua yang masih tinggal di Hutan Rimba Papua, tepatnya di Suku Ketengban, harus dengan sangat serius ditangani pelayanan di sana. Akhirnya Peneliti bersama keempat partner pelayanan, mereka adalah: Esoel Tengket, Arius Wisal, Jesman Tengket dan Yates Kisamlu. Merintis dan mendirikan suatu Team Pemberita Injil dengan diberi nama PUFST. Sekalipun Team Pemberitaan Injil dari Team MISI PUFST, lebih fokus pelayanannya di Suku Ketengban, Kabupaten Pegunungan Bintang, Provinsi Papua. Namun, Team MISI PUFST memiliki VISI yang sangat besar dan luas yaitu menjangkau atau memberitakan Kabar tentang Pengampunan Dosa dan Kabar tentang Keselamatan kepada seluruh orang-orang Papua yang masih tinggal di Hutan Rimba sekaligus mengajarkan cara membaca dan diskusi tentang Alkitab demi Peningkatan Kognitif dan Spiritual masyarakat, di Suku Ketengban, Kabupaten Pegunungan Bintang, Provinsi Papua. Jadi, Team MISI PUFST ini tidak hanya berfokus kepada Suku Ketengban, namun semua orang-orang yang tinggal di Pedalaman Papua.
Peneliti menyaksikan bahwa, sebagian besar di Pedalaman Papua belum terjangkau dengan baik, maka Peneliti dan Team MISI PUFST akan berusaha untuk menjangkau dengan pelayanan yang bersifat Holistik. Tentu saja Visi dan Misi dari Team MISI PUFST sulit tercapai karena Peneliti dan Team belum ada Sumber Daya Alam (SDA) yang memadai dalam pelayanan ini. Namun, Peneliti dan Team Pemberita Injil dari PUFST akan berusaha sebaik mungkin untuk mengajarkan cara membaca dan diskusi tentang Alkitab demi Peningkatan Kognitif dan Spiritual masyarakat, di Suku Ketengban, Kabupaten Pegunungan Bintang, Provinsi Papua. Serta memberitakan Kabar tentang Pengampunan Dosa dan Kabar tentang Keselamatan, kepada orang-orang yang masih tinggal di Hutan Rimba, khususnya di Suku Ketengban.

Adapun VISI dan MISI dari Team MISI PUFST adalah sebagai berikut:

VISI
MELALUI PUFST, SEMUA ORANG-ORANG PAPUA DI HUTAN RIMBA, MENJADI PERCAYA KEPADA TUHAN YESUS KRISTUS DAN SENANTIASA MEMPRAKTEKKAN FIRMAN KRISTUS DALAM KEHIDUPAN MEREKA.

MISI
MELALUI PUFST, SENANTIASA MENJANGKAU KEHIDUPAN ORANG-ORANG PAPUA DI HUTAN RIMBA.

Dengan adanya Visi dan Misi ini, Peneliti dan Team Pemberita Injil dari PUFST, dengan sungguh-sungguh dan dengan sepenuh hati akan mengajarkan cara membaca dan diskusi tentang Alkitab demi Peningkatan Kognitif dan Spiritual masyarakat, di Suku Ketengban, Kabupaten Pegunungan Bintang, Provinsi Papua. Sekaligus memberitakan Firman Tuhan yang adalah Kabar tentang Pengampunan Dosa dan Kabar tentang Keselamatan, kepada orang-orang Papua yang masih tinggal di Hutan Rimba, khususnya di Suku Ketengban. Peneliti dan Team Misi dari PUFST, memiliki kerinduan hati yang sangat mendalam yaitu, untuk menjangkau semua orang-orang yang masih tinggal di Hutan Rimba Papua.
Jadi, Latar Belakang terbentuknya Team MISI PUFST adalah, ketika Peneliti dan Team Misi PUFST pergi pelayanan ke pedalaman Papua pada tahun 2011, dan melihat keadaan orang-orang yang ada di Hutan Rimba Papua, bahwa sangat perlu untuk diperhatikan dalam pelayanan Holistik. Namun, untuk sementara ini, Peneliti dan Team Pemberita Injil lebih fokus dalam pemberitaan Injil Kristus kepada orang-orang di Suku Ketengban, Kabupaten Pegunungan Bintang, Provinsi Papua.


Sunday, February 10, 2019

DEFINISI PERJANJIAN


Pengertian Penginjilan

Ditinjau dari definisi mengenai kata Penginjilan, perlu diadakan penyelidikan terhadap beberapa topik utama di sekitar penginjilan sehingga dapat membuka wawasan berpikir tentang kepentingan dari tugas tersebut. Harapan Peneliti dengan adanya pemahaman yang baru atau lebih mengenai Penginjilan agar akan memotivasi gereja dalam mencari solusi untuk mengefektifkan penginjilan di lingkungan yang telah dipercayakan Tuhan kepadanya.
  James Strong dan Horst Balz, menjelaskan bahwa: “Dalam Alkitab, baik dalam kitab-kitab Perjanjian Baru maupun dalam kitab-kitab Perjanjian Lama, kata “penginjilan” tidak ditemukan secara hurufiah. Pada hakikatnya kata ini berasal dari bahasa Yunani, yaitu “evanggeliso” artinya: “mengumumkan, memberitakan, atau membawa kabar baik[1], dan “memproklamasikan Injil atau menjadi pembawa kabar baik di dalam Yesus[2]”..
Menurut Yakob Tomatala, kata “evanggeliso” merupakan: “satu istilah yang dipakai dalam kemiliteran Yunani. Kata ini memiliki arti “upah yang diberikan kepada pembawa berita kemenangan dari medan tempur, dan atau berita kemenangan itu sendiri. Kemudian orang Kristen menggunakan kata “evanggeliso” untuk menjelaskan “berita” tentang pengorbanan dan atau karya Yesus Kristus[3]”.
Ensiklopedia AlkitabMasa Kini (Jilid 1), memaparkan bahwa:

“Kata evanggelisosinonim dengan kata “κερισσω” dibaca kerysso.” Kata ini pada mulanya adalah satu istilah yang dipakai untuk seorang utusan resmi (utusan itu disebut “Kerux”) yang menyampaikan pengumuman dari raja. Kata ini dalam bahasa Yunani memiliki arti mengumumkan sebagai seorang tentara, atau memproklamasikan kabar baik. Pengumuman tersebut pada hakikatnya sangat penting, sehingga tidak dapat dibantah atau ditunda.
Kitab Perjanjian Lama menggunakan kata yang paralel dengan “kerysso” yaitu “qầrầ, yang artinya “berseru.” Dalam kitab Septuaginta (LXX) kata “keryssodipakai lebih dari 30 kali, baik dalam arti sekular tentang pengumuman resmi raja-raja, maupun dalam arti agamawi tentang pengucapan kenabian (Yes 61:1; Yoel 1:14; Zak 9:9) Sedangkan dalam kitab-kitab Perjanjian Baru kata kerysso dipakai sebanyak 60 kali. Dalam kitab-kitab Perjanjian Baru digunakan kata lain yang berhubungan dengan penginjilan seperti kata “διδασχω” dibaca “didasko” artinya mengajar, atau mengajarkan. Tuhan Yesus sering menggunakan penginjilan dengan cara ini, contoh penggunaannya dicatat dalam Matius 10: 7-15; 4: 23; 7: 28; 9:35; Markus 1:21; 6:6; Lukas 10: 4-12. Kata kedua yaitu: “μαρτυρεω” dibaca “martureo” artinya bersaksi, atau menyampaikan kesaksian berdasarkan apa yang dialami. Penginjilan dengan cara ini juga dipakai oleh para rasul (Kis 2: 40)[4]”.

Penginjilan (Evangelisme) menurut J.D Douglas dkk., dijelaskan dalam Ensiklikopedi Alkitab Masa Kini Jili 1 A-L, adalah sebagai berikut:
Mengacu pada praktik menyampaikan informasi mengenai kepercayaannya kepada orang lain yang tidak memegang kepercayaannya atau keyakinannya itu.  cara atau jalan yang ditempuh sebagai alat untuk mencapai tujuan, menyampaikan informasi mengenai kepercayaannya kepada orang lain yang tidak memegang kepercayaannya atau keyakinannya itu. Istilah ini sering digunakan dalam hubungannya dengan kekristenan[5].

Penginjilan adalah Perintah Tuhan Yesus Kristus kepada orang-orang percaya untuk memberitakan Kabar Baik-Nya, sebagai bukti kasih-Nya kepada manusia, maka sebagai orang beriman harus memberitakan Kabar Baik atau Kabar tentang Pengampunan Dosa dan Kabar tentang Keselamatan kepada orang-orang yang belum pernah mendengarkan Firman Tuhan. Penginjilan adalah tugas dari setiap orang yang percaya kepada Yesus Kristus adalah Tuhan dan Juruselamat dalam kehidupan secara pribadi. Bukti iman orang Kristen salah staunya adalah menyampaikan Firman Tuhan (Kabar tentang Pengampunan Dosa dan Kabar tentang Keselamatan), kepada orang lain yang belum pernah mendengarkannya. Orang-orang yang tinggal di Hutan Rimba, khususnya di Suku Ketengban, Kabupaten Pegunungan Bintang, Provinsi Papua. Perlu diperdengarkan Kabar tentang Pengampunan Dosa dan Kabar tentang Keselamatan, karena mereka selama ini belum pernah mendengarkan Firman Tuhan.
Adapun pernyataan dari D.W. Ellis, dan Oemar Hamalik, mengenai definisi Metode Penginjilan adalah sebagai berikut:
“Metode penginjilan adalah: “cara atau jalan yang ditempuh untuk mencapai tujuan[6]. Dalam hal ini cara penginjilan atau usah pemberitaan Injil terhadap orang lain, dimana seorang yang telah mengenal Kristus berupaya memperkenalkan Kristus kepada orang lain dan mengajaknya menerima Kristus. Lalu orang yang baru menerima Kristus itu dibimbing menjadi saksi Kristus pula. Suatu metode Penginjilan diperlukan agar usaha penginjilan dapat berjalan dengan lancar. Unsur kepribadian yang dimiliki oleh semua manusia antara lain adalah akal atau kecerdasan, perasaan, dan kemauan. Karena itu penginjil harus berusaha mengkomunikasikan Injil kepada akal seseorang, sehingga perasaannya digerakkan, dan kemauannya diserahkan kepada Yesus Kristus. Manusia tak mungkin mengemban tugas ini dengan kepandaiannya sendiri[7]”.

Jadi, Peneliti menyimpulkan bahwa, “Metode Penginjilan” adalah suatu cara yang dengan teratur digunakan oleh para Pemberita Injil untuk melaksanakan suatu Misi Pekabaran Injil. Lebih tepatnya adalah menyampaikan informasi tentang Injil Kristus yang adalah Kabar tentang Pengampunan Dosa dan Kabar tentang Keselamatan kepada orang lain yang tidak memegang keyakinan itu. Demikian juga kepada orang-orang yang sudah percaya, Tuhan Yesus Kristus sebagai Tuhan dan Juruselamat.
Digunakan “Metode Penginjilan agar Misi Pemberitaan Injil tercapai sesuai dengan yang dikehendaki; karena cara pemberitaan Injil Kristus yang bersistem akan memudahkan pelaksanaan suatu Misi guna mencapai tujuan yang ditentukan atau disepakati bersama. Peneliti akan menyempurnakan metode yang selama ini digunakan oleh Non PUFST dan PUFST untuk memberitakan Firman Tuhan sesuai dengan situasi dan kondisi di pedalaman atau Hutan Rimba Papua, agar Firman Tuhan dapat tersampaikan dengan baik supaya mereka dapat menerima dengan mudah.
Peneliti memahami bahwa, perjalanan misi Tuhan Yesus Kristus ketika di bumi ini, berdasarkan informasi dari Kitab Injil maupun Kitab Sejarah adalah, penginjilan yang lebih menekankan pada praktik kehidupan berbelas kasih itu sendiri, lebih dari sekadar penyampaian informasi (Kabar tentang Pengampunan Dosa dan Kabar tentang Keselamatan). Penginjilan menekankan pada kehidupan alamiah yang melibatkan tiap manusia untuk memiliki hati yang tergerak akan belas kasih pada sesama manusia, siapapun, kapanpun, dimanapun dan bagaimanapun keadaanya.



[1]James Strong,  Strong’s Exhaustive Concordance Of The Bible (Iowa: Riverside BOOK and Bible House Iowa Falls) 33.
[2]Horst Balz & Gerhard Schneider, Exegetical Dictionary Of The New Testament (Volume 2), (Michigan: William B. Eerdmans Publishing Company Grand Rapids, 1991; reprint ed. , 2000) 69
[3]Yakub Tomatala, Penginjilan Masa Kini (jilid 1) (Malang: Gandum Mas, 1988), 24.
[4]Ensiklopedia AlkitabMasa Kini (Jilid 1), ed. S.v. “Berita, Pemberitaan.” By R.H. Mounce. (Jakarta: Team Komunikasi Bina Kasih/OMF, 1995; Reprint ed. 2000) 18, 183.
[5]J.D Douglas dkk., Ensiklikopedi Alkitab Masa Kini Jili 1 A-L (Jakarta: YKBK, 2002) 435.
[6]D.W. Ellis, Pedoman Penginjilan, (Jakarta: Yayasan Komunikasi Bina Kasih, 1993) 127.
[7]Oemar Hamalik, Proses Belajar Mengajar (Jakarta: Bumi Aksara, 2001) 3.

Wednesday, February 6, 2019

KEBUTUHAN PELAYANAN DI SUKU KETENGBAN


I.                   KAMPUNG LONDININ

  1. DATA RELAWAN:

Nama Relawan            : Tirianus Malyo, S.Th.
Nomor HP/WA           : 081335335646
Email                           : terismalyopufso@gmail.com

  1. DATA GEMBALA:
Nama Lengkap                        : Pdt. Lenus Nabyal, Pdt. Tomas Tengket dan Pdt. Enos Kona.
Usia                                         : 61, 59, 62 Tahun
Jenis Kelamin                          : Laki-Laki
Pekerjaan                                : Gembala Jemaat
Alamat lengkap Rumah          : Kampung Londinin
Nama Isteri                             : Lendina Mirin, Mendina Nabya, Endina Mirin.
Menggembalakan di Gereja    : Gereja Injili di Indonesia (GIdI) Jemaat Silo Londinin
Jumlah Jemaat                         : 1752 Jiwa
Alamat Lengkap Gereja       : Kampung Londinin, Distrik Eipomek, Kabupaten Pegunungan Bintang, Provinsi Papua.
Pengajuan Untuk Biaya          : Kebutuhan Hidup Rumah Tangga dalam Keluarga dari Hamba-hamba Tuhan.
Nilai Pengajuan Rp                 : 20,350.000;

  1.  CERITA LENGKAP PENGALAMAN PELAYANAN

  1. Suka

Sekitar 8 Tahun saya pelayanan di Daerah Terabaikan atau terisolir. Memulai pelayanan dari Tahun 2011-2018 atau sampai saat ini. Saya pernah bertanya banyak hal mengenai tantangan pelayanan di Suku Ketengban, Distrik Eipomek dan Pamek, Kabupaten Pegunungan Bintang, Provinsi Papua, kepada Para hamba-hamba Tuhan yang pelayanan di Hutan Rimba Papua. Lebih banyak menceritakan mengenai hal-hal yang Duka, namun ada beberapa hal yang menjadi kesukaan dalam pelayanan di Hutan Rima Papua. Berikut ini adalah kesukaan para Hamba-Hamba Tuhan di Pedalaman Papua:
1.      Para jemaat yang dilayani bisa bersatu hati untuk beribadah kepada Tuhan di hari minggu dan tidak ada kegiatan apapun di hari minggu.
2.      Tidak menggunakan uang untuk membelanjakan makanan dan minuman
3.      Hidup dalam suatu kumpulan atau Kampung yang saling memperhatikan satu sama lain, alias seluruh jemaat tinggal di satu lokasi atau satu Kampung.

  1. Duka

Dari selama 8 Tahun saya pelayanan di Daerah Terabaikan atau terisolir. Banyak keluhan yang sering diceritakkan oleh hamba-hamba Tuhan yang saya pernah bertanya. Kepada Hamba Tuhan yang melayani di Suku Ketengban, Distrik Eipomek dan Pamek, Kabupaten Pegunungan Bintang, Provinsi Papua. Lebih banyak menceritakan mengenai hal-hal yang Duka, berikut ini adalah yang menjadi halanggan atau tantangan dalam pelayanan para Hamba-Hamba Tuhan di Pedalaman Papua adalah sebagai berikut:
1.      Tempat tinggalnya yang tidak permanen, dikarenan setiap ada masalah di kampung tersebut, bisa berpindah-pindah lokasi.
2.      Rumahnya cepat lapuk dan rusak karena alat bangunannya digunakan dengan semabarang kayu alias alat apa adanya. Atapnya juga menggunakan dedaunan, maka cepat atau mudah untuk rusak.
3.      Ambil air buat minum dan harus melalui perjalanan dengan berjalan kaki 2-5 KM.
4.      Mandi biasanya seminggu sekali, dan mandinya juga harus berjalan kaki ke sungai sekitar 3-5 KM.
5.      Tidak ada alat-alat mandi bagi keluarga hamba Tuhan, seperti:
a.       Sabun mandi
b.      Sabun cuci pakaian
c.       Odol
d.      Sigat gigi
e.       Handuk
f.        Dll.
6.      Pakaian Hamba Tuhan, satu pasang pakaian melekat di tubuh atau badan setahun atau lebih, kalau rusak dibuatkan sebagai alas tidur. Tidak pernah cuci karena tidak ada sabun cuci, tidak bisa ganti, karena pakaianya hanya perhitungan.
7.      Tidak ada alat masak, seperti:
a.       Panji
b.      Kuali
c.       Piring
d.      Sendok
e.       Mangkuk
f.        Pisau dapur
g.      Baskom
h.      Dll.
8.      Tidak ada alat-alat Dapur seperti:
a.       Garam
b.      Vetsin
c.       Minyak Goreng
d.      Dll.
9.      Jarang menyekolahkan anak-anak dari Hamba-Hamba Tuhan di Hutan Rimba Papua, karena tidak ada TK-SMA/SMK yang ada di Hutan Rimba Papua. Namun, ada beberapa daerah dan hanya sedikit hamba-hamba Tuhan yang bisa memasukan anaknya Sekolah, SD-SMA, sebagiann putus sekolah karena orang tuanya sebagai hamba-hamba Tuhan tidak mampu membiayai anaknya.
10.  Hamba Tuhan dan warga atau Jemaat disana tidak pernah lihat dan tahu segala sesuatu yang ada di kota.

Jadi, masih banyak hal lain yang tidak bisa saya uraian satu persatu. Harapan saya, ada Hamba-hamba yang terbeban agar ikut saya pelayanan ke daerah pedalaman atau Hutan Rimba Papua ini. supaya bisa melihat atau menyaksikan secara pribadi, segala sesuatu yang terjadi di sana dan segala yang dialami oleh hamba-hamba Tuhan di Pedalaman Papua.

Khusus untuk persyaratan bagian point “4”: (KTP, KK) Para hamba-hamba Tuhan, belum memiliknya. Karena memang mereka tidak tahu sama sekali dan kalau mau urus harus ke kota seperti: SENTANI, JAYAPURA, MERAUKE, WAMENA dll. Sangat jahu, dan harus naik pesawat kecil seperti: YAJASI, MAF, AMA, ADVENT, MAF CARAVAN, ALDA AIR, ALDA TRANS, PAPUA AIR dll. Yang memuat penumpang 6-9 penumpang tanpa membawa barang bawaan karena banyaknya penumpang. Namun, kalau mau membawa barang bawaan penumpang hanya 2-4 penumpang. Dengan tiket pesawat hanya penumpang saja, membayar 2,000.000; (Dua Juta Rupiah) hanya sekali jalan. Kalau mau membawa barang bawaan maka, harus membayar perkilogram sekitar 30.000; (Tiga Puluh Ribu Rupiah). Dari sekian banyak Kampung di Pedalaman Papua, Lapangan untuk mendarat Pesawat kecil ini hanya satu atau dua saja, dengan Panjang 400-500 Meter. Dari kampung yang satu ke kampung yang lain, harus jalan kaki, dengan bermalam di tengah hutan atau pemukiman warga.


Berikut ini adalah nilai Rincian Penggunaan Dana adalah sebagai berikut:

1.      Beras 200 Kilogram                                  Rp. 3,600.000;
-          Karena, Beras Perkilogram                 Rp. 18.000;
2.      Supermi 20 kardus                                    Rp. 2,400.000;
-          Karena perkardus                                Rp. 120.000;
3.      Minyak Goreng 10 Jeriken                       Rp. 1,000.000;
-          Karena perJeriken yang 5 Literan       Rp. 100.000;
4.      Garam 1 Kardus                                       Rp. 300.000;
5.      Vetsin 1 Kardus                                        Rp. 250.000;
6.      Sekop buat berkebun 5 buah                     Rp. 500.000;
-          Karena 1 Sekop                                   Rp. 100.000;
7.      Linggis buat berkebun 5 buah                  Rp. 500.000;
-          Karena 1 Linggis                                Rp. 100.000;
8.      Kampak buat tebang pohon 5 buah          Rp. 500.000;
-          Karena 1 Kapak                                  Rp. 100.000;
9.      Parang buat berkebun 5 buha                   Rp. 750.000;
10.  Kebutuhan lain-lain                                  Rp. 200.000;

Total Dana Belanja Rp. 10,000.000; (Sepuluh Juta Rupiah)
Total berat barang belanjaan adalah 345 Kilogram, Dengan demikian, maka untuk membayar ongkos pesawat ke Pedalaman Papua adalah
Rp. 10, 350.000; (Sepuluh Juta Tiga Ratus Lima Puluh Ribu Rupiah).

Jadi, Dana yang dibutuhkan untuk membantu satu keluarga Hamba Tuhan di Pedalama Papua, tepatnya di Suku Ketengban, Kabupaten Pegunungan Bintang, Provinsi Papua adalah, Rp. 20,350.000; (Dua Puluh Juta Tiga Ratus Lima Puluh Ribu Rupiah).

Catatan: mohon para donator atau utusannya untuk ikut saya ke tempat ini dan melihat secara empat mata, karena tidak bisa video call, sebab tidak ada jaringan di Hutan Rimba tersebut. Serta tidak bisa buat dokumen karena tidak ada daya listrik untuk mengisikan battery HP maupun Kamera dll.

DIBUAT SAMARATAKAN KARENA, WILAYAHNYA SATU ATAU SAMA DAN SEMUA PERMASALAHANYA SAMA PERSIS DIALAMI OLEH PARA HAMBA-HAMBA TUHAN DI HUTAN RIMBA, PAPUA.

MASALAH DALAM BERMISIOLOGI

Latar Belakang Masalah Pada bagian awal ini, peneliti akan menjelaskan mengenai masalah-masalah yang menjadi latar belakang dalam pene...